NEWSRBACEH I JAKARTA – Aliansi Mahasiswa Nusantara, perkumpulan mahasiswa S1 dan S2 dari berbagai kampus, melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR RI pada Rabu (15/10).
Pertemuan ini membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang akan segera disahkan.
Perwakilan Aliansi, Muhammad Fadli, menyatakan bahwa RUU KUHAP memerlukan masukan dari berbagai sektor mengingat dampak hukumnya akan menyentuh seluruh masyarakat Indonesia yang berurusan dengan hukum pidana.
“Kami menyampaikan apresiasi karena Ketua dan anggota Komisi III mendengarkan masukan kami dengan baik. Beberapa poin penting langsung mendapat perhatian dan dicatat oleh sekretariat komisi,” ujar Fadli, yang merupakan mahasiswa Magister Hukum Universitas Malikussaleh, Aceh.
Dalam RDPU tersebut, Aliansi Mahasiswa menyampaikan beberapa poin kritis.
Pertama, mengenai kekhususan Aceh dalam penegakan hukum pidana. Mereka mengusulkan agar tidak terjadi dualisme penerapan antara Qanun dan KUHP di wilayah tersebut.
Kedua, terkait pasal penahanan terhadap tersangka. Menurut mereka, pasal ini kerap dijadikan alat kriminalisasi oleh oknum penyidik terhadap aktivis, seperti aktivis lingkungan, demokrasi, dan mahasiswa.
Ketiga, mereka meminta agar pasal tentang barang bukti dan alat bukti tidak disatukan. Pemilahan ini dinilai penting untuk mencegah kerancuan dan misinterpretasi dalam penegakan hukum.
Keempat, Aliansi mendorong integrasi prinsip restorative justice (keadilan restoratif) ke dalam KUHAP. Selama ini, restorative justice hanya menjadi kebijakan internal lembaga seperti kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung. Inklusi prinsip ini dalam undang-undang diharapkan dapat menciptakan kepastian hukum.
“Kami menyadari tidak semua aspirasi dapat diperjuangkan, namun semoga kontribusi kecil ini dapat memberikan dampak dan kebermanfaatan bagi masyarakat luas,” tutup Fadli.