![]() |
Komite Keselamatan Jurnalis Aceh
Sikapi Penganiayaan terhadap Wartawan di Pidie Jaya
Newsrbaceh.com I BANDA ACEH -
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Aceh mengecam penganiayaan yang dilakukan
oleh seorang keuchik atau kepala desa terhadap seorang wartawan di Pidie Jaya,
Ismail M. Adam alias Ismed. Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan yang
menimpa jurnalis di Indonesia.
Penganiayaan yang dialami oleh
Ismed terjadi sewaktu korban hendak duduk minum kopi di sebuah kios yang ada di
desanya, Sarah Mane, Kecamatan Meurah Dua, Jumat malam, 24 Januari 2025 atau
ba’da Isya. Waktu itu Ismed baru saja pulang dari pusat kota Pidie Jaya dan
berniat melepas penat sehabis meliput, ditemani istrinya.
Pada saat itu, seorang laki-laki
berinisial Is yang merupakan Kepala Desa/Keuchik Cot Setui, Kecamatan Ulim,
Pidie Jaya tampak melintas. Melihat keberadaan Ismed, Is yang mengendarai
sepeda motor berpelat merah atau sepeda motor dinas, langsung berbalik arah
menuju ke kios tersebut.
Menurut pengakuan Ismed, setelah
memarkirkan sepeda motornya, Is lantas menghampirinya, meraih lehernya, lalu
tanpa ba-bi-bu melayangkan sebuah pukulan yang diarahkan tepat ke wajah Ismed.
Ismed yang terkejut dengan
serangan tiba-tiba dari Is sempat mengelak sehingga pukulan hanya menyerempet
bagian pundaknya.
Tidak berhenti sampai di situ,
dengan tangan yang masih menggenggam baju Ismed, kepala desa tersebut menarik
secara paksa Ismed menuju ke tengah jalan yang berjarak sekitar dua meter dari
kios.
Saat itu, Is sempat menghardik
Ismed dengan cara bertanya mengapa Ismed menulis berita terkait polindes di
desanya tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Ismed yang merasa heran dengan
pertanyaan tersebut lantas balik bertanya memang apa masalahnya sehingga harus
meminta izin terlebih dahulu kepada kepala desa sebagai syarat apabila hendak
menulis berita.
Namun, menurut Ismed, bukannya
jawaban yang ia dapat, Is malah tambah murka dan kembali melayangkan pukulan.
Ismed sempat tersungkur ke atas
aspal kemungkinan karena berusaha mengelak pukulan dari Is. Dalam kondisi itu,
menurut Ismed, Is sempat menginjak kaki kirinya-siku Ismed mengalami luka dan
berdarah, kemungkinan karena terjatuh atau akibat terbentur cincin yang
dikenakan oleh Is.
Ismed berusaha meminta maaf
kepada Is dan berharap kepala desa itu mau diajak bicara. Namun, upaya Ismed
sia-sia belaka, ia malah mendapat caci maki serta sumpah serapah dari Is.
Kuat dugaan penganiayaan yang
dialami oleh Ismed berkaitan erat pemberitaan tentang Pusat Kesehatan Desa
(Puskesdes) atau Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang ada di Desa Cot Setui.
Berita tersebut mengungkap
kondisi polindes yang ditumbuhi semak-belukar dan tayang di sebuah portal
berita online. Is sendiri sudah dikonfirmasi oleh tim KKJ Aceh bahwa
penganiayaan yang dialaminya diakibatkan karena pemberitaan.
Ismed datang ke polindes bersama
Kepala Dinas Kesehatan Pidie Jaya, Edi Azward. Kedatangan Edi Azward semacam
inspeksi mendadak guna menanggapi adanya laporan tentang kondisi polindes.
Ismed diminta tolong untuk meliput selama sidak.
Selain kepala dinas kesehatan,
Ismed juga mengutip Mt, bidan desa di polindes tersebut. Ketika bertemu di
kios, Is sempat menyuruh Ismed untuk menghubungi kepala dinas kesehatan yang
dimaksud, tetapi tidak diangkat.
Is memaksa Ismed untuk pergi
bersama dirinya ke polindes untuk menemui Mt, bidan yang bertugas di polindes.
Ismed berkendara di depan dengan sepeda motor sendirian sementara Is memepetnya
di belakang untuk memastikan agar Ismed tidak kabur.
Polindes tersebut berjarak lebih
kurang 1,5 kilometer dari kios tempat Ismed dianiaya. Sesampai di halaman
polindes, Is menarik paksa Ismed ke depan pintu polindes dengan cara menarik
bajunya.
Is lagi-lagi memaki Ismed serta
melayangkan tangannya sebanyak dua kali. Pukulan tersebut hanya mengenai bagian
belakang badan Ismed karena Ismed berusaha melindungi wajahnya.
Suasana polindes saat itu tampak
remang-remang. Is berteriak memanggil Mt keluar, bidan desa yang sebelumnya
sempat diwawancarai oleh Is.
Melihat kedatangan Ismed, sang
bidan desa pun mencak-mencak dan melontarkan kata-kata yang isinya memojokkan
Ismed karena Ismed telah menulis berita tentang kondisi polindes yang dinilai
menyudutkan.
Ismed sempat terlibat adu mulut
dengan Is dan Mt sampai akhirnya seseorang yang merupakan warga setempat
tiba-tiba nimbrung lantas ikut memarahi Ismed karena dianggap mencampuri urusan
desa orang lain dengan menayangkan berita miring terkait polindes.
Is akhirnya beranjak pergi
setelah memberi ultimatum agar Ismed merekam video permintaan maaf karena telah
meliput di desa orang lain tanpa izin. Ia diberi tenggat waktu hingga tengah
malam. Jika tidak membuat pernyataan maaf, Is mengancam akan menyambangi
rumahnya.
Tidak lama kemudian, anak
laki-laki Mt tiba-tiba mengamuk dan terdengar memukul sesuatu seperti daun
pintu serta mengancam akan mengambil parang. Parang tersebut sempat dibawa
keluar dari dalam polindes, tetapi Mt segera menahan dengan cara merangkul anaknya
dari belakang lantas meminta Ismed segera pergi dari tempat itu.
Penganiayaan yang dialami oleh
Ismed dilakukan oleh Is di depan istri Ismed. Is bahkan sempat mengancam akan
menceburkan perempuan itu ke dalam sumur apabila berani merekam tindakan
kekerasan yang dia lakukan.
Pada malam yang sama, Ismed
melaporkan penganiayaan yang dialaminya ke polsek setempat. Info terakhir
menyatakan bahwa kepolisian telah memanggil empat saksi terkait kasus ini.
Dilindungi hukum
KKJ Aceh menegaskan, dalam
menjalankan tugasnya, jurnalis dilindungi oleh hukum yang dapat dilihat
ketentuannya pada pasal 8 UU Pers (UU No. 40/1999).
Konsekuensi dari adanya
perlindungan hukum ini menegaskan bahwa terhadap jurnalis tidak boleh dilakukan
penghalangan, sensor, perampasan peralatan, penahanan, penangkapan,
penyanderaan, penganiayaan apalagi pembunuhan sejauh kerja-kerja jurnalistik
yang ditempuh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik
Jurnalistik.
Selain itu, hukum di Indonesia
juga mengatur bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan
menyebarkanluaskan informasi sebagai yang ditegaskan di dalam pasal 4 UU Pers.
Dalam UU yang sama, pasal 18 ayat
1 menyatakan bahwa setiap orang yang menghambat atau menghalangi kerja
jurnalistik diancam dengan hukuman pidana maksimal dua tahun penjara atau denda
paling banyak Rp500 juta. Penganiayaan yang dilakukan oleh Is juga melanggar
aspek pidana sebagaimana diatur di dalam KUHP.
Berkenaan dengan perkara ini,
Komite Keselamtan Jurnalis (KKJ) Aceh menyatakan:
1. Mendesak kepolisian memproses pelaku
penganiayaan terhadap Ismail M. Adam alias Ismed secara UU Pers dan KUHP;
2. Mengimbau seluruh masyarakat termasuk
aparatur pemerintahan serta aparat penegak hukum agar menghormati setiap kerja
jurnalistik yang dilaksanakan berdasarkan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik
sebagai bentuk pengakuan terhadap kemerdekaan pers;
3. Apabila terdapat pihak yang keberatan
dengan kerja jurnalistik atau pemberitaan, terdapat mekanisme seperti yang
telah diatur UU Pers dengan menggunakan hak jawab/koreksi atau melakukan
pengaduan ke Dewan Pers;
4. Mengutuk segala bentuk tindakan yang
mengarah kepada penghalang-halangan kerja jurnalistik;
5. Mengimbau para jurnalis untuk senantiasa
mematuhi Kode Etik Jurnalistik sebagai pedoman operasional dalam menjaga
kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme;
6. Mengimbau para jurnalis yang menjadi
korban kekerasan untuk melaporkan setiap bentuk kekerasan yang dialami selama
proses peliputan.
Sekilas tentang KKJ Aceh
KKJ Aceh merupakan bagian dari
KKJ Indonesia. KKJ Aceh dideklarasikan pada 14 September 2024, yang saat ini
beranggotan empat organisasi profesi jurnalis, yakni Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Banda Aceh, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Ikatan
Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Aceh, serta Pewarta Foto Indonesia
(PFI) Aceh. Selanjutnya, tiga organisasi masyarakat sipil, yakni Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan
(KontraS) Aceh, dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).