![]() |
Herry Gutama, SH, MH (Kasi Intelijen Kejari Lhokseumawe)
Newsrbaceh.com I Lhokseumawe - Pilkada merupakan momen
krusial dalam demokrasi yang tidak hanya menentukan pemimpin daerah, tetapi
juga mencerminkan kedewasaan politik masyarakat. Dalam konteks ini, penegakan
hukum memiliki peranan yang sangat penting. Menurut Topo Santoso, penegakan hukum
adalah kunci untuk menciptakan Pemilu dan Pilkada yang bersih dan berwibawa.
Tanpa penegakan hukum yang tegas, tujuan penyelenggaraan Pilkada dapat
terancam.
Pentingnya Penegakan Hukum dalam Pilkada
Dalam pelaksanaan Pilkada, penegakan hukum harus berkaitan
dengan tiga aspek utama: kesiapan lembaga-lembaga penegak hukum, penyelesaian
perkara atau sengketa, dan efektivitas sistem penegakan hukum. Setiap tindakan
yang melanggar hukum pidana dalam konteks pemilu disebut sebagai
"delik". Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang hukum yang
berlaku adalah langkah awal untuk menghindari hukuman.
Dasar Hukum Pilkada
Beberapa regulasi yang mengatur Pilkada di Indonesia
meliputi:
1. UU 1/2015 tentang Penyelenggaraan Pemilu.
2. UU 8/2015 tentang Pilkada.
3. UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
4. UU No 6/2020 yang merupakan perubahan atas UU 1/2015.
5. PKPU 2/2024 mengenai tahapan dan jadwal pemilihan.
6. PKPU 13/2024 tentang kampanye pemilihan.
7. PKPU 14/2024 mengenai dana kampanye peserta pemilihan.
Di Aceh, terdapat tambahan regulasi seperti Qanun Aceh No.
7/2024 yang mengatur pelaksanaan pemilihan di wilayah tersebut.
Sanksi bagi Pelanggar
Dalam konteks Pilkada, kepala desa dan perangkat desa dapat
dikenai sanksi pidana jika terbukti berpihak pada salah satu calon, misalnya
melalui kegiatan kampanye yang merugikan calon lain. Calon kepala daerah juga
bisa dikenakan sanksi jika melibatkan perangkat desa dalam kampanye mereka.
Subjek Hukum
Pelanggaran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, terdapat
beberapa subjek hukum yang dapat dikenai sanksi, antara lain:
- Penyelenggara Pemilu, seperti anggota KPU dan Bawaslu.
- Peserta pemilu, termasuk partai politik dan calon
legislatif.
- Pejabat tertentu seperti PNS dan anggota TNI/Polri.
- Media dan masyarakat umum.
Jenis Pelanggaran dalam Pilkada
Terdapat empat kategori pelanggaran yang sering terjadi
dalam Pilkada:
1. Pelanggaran Kode Etik: Melanggar etika penyelenggaraan
pemilu yang dapat dilaporkan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
(DKPP).
2. Pelanggaran Administrasi: Melanggar prosedur dan
mekanisme dalam penyelenggaraan Pilkada yang ditangani oleh KPU.
3. Pelanggaran TSM: Pelanggaran yang dilakukan secara
terstruktur, sistematis, dan masif yang ditangani oleh Bawaslu Provinsi.
4. Pelanggaran Tindak Pidana: Kejahatan yang melanggar
ketentuan dalam UU tentang Pemilihan yang ditangani oleh Sentra Gakkumdu.
Proses Pelaporan Pelanggaran
Bagi pihak yang merasa dirugikan atau menemukan pelanggaran,
ada tahapan yang harus diikuti:
1. Pengumpulan Bukti: Mengumpulkan dokumen, saksi, atau
rekaman yang mendukung klaim pelanggaran.
2. Pembuatan Laporan: Menyusun laporan resmi mengenai
pelanggaran yang terjadi.
3. Pengajuan ke Bawaslu: Mengajukan laporan dalam waktu
tujuh hari kerja setelah mengetahui pelanggaran.
Kesimpulan
Pilkada yang baik tidak hanya ditentukan oleh kehadiran
calon yang berkualitas, tetapi juga oleh sistem hukum yang kuat dan transparan.
Dengan memahami hukum, masyarakat tidak hanya melindungi diri dari sanksi,
tetapi juga berkontribusi terhadap Pilkada yang demokratis dan berintegritas.
Kesadaran akan hukum adalah langkah awal untuk menjamin bahwa setiap suara yang
diberikan adalah suara yang sah dan berharga.
Dengan penegakan hukum yang tegas, kita dapat berharap untuk
mencapai Pilkada yang tidak hanya adil, tetapi juga menghasilkan pemimpin yang
benar-benar mewakili suara rakyat.
Oleh: Herry Gutama, SH, MH (Kasi Intelijen Kejari
Lhokseumawe)